Cari

Habib Neon

Share it:
AL-HABIB MUHAMMAD BIN HUSEIN AL-IDRUS
(wali yg berjuluk Habib neon) 

Nama Habib Muhammad bin Husein bin Zainal Abidin bin Ahmad Alaydrus bagi warga Kota Surabaya cukup dikenal karena karomahnya. Habib Muhammad bin Husein Alaydrus lahir di Tarim, Hadramaut, pada thn 1888 M dengan nama Muhammad Masyhur.

Sejak kecil beliau mendapat pendidikan agama dari ayahandanya,
Habib Husein bin Zainal Abidin Alaydrus. Menjelang dewasa beliau merantau ke Singapura selama beberapa bulan kemudian hijrah ke Palembang, Sumatera Selatan, berguru kepada pamannya, Habib Musthafa Alaydrus. Kemudian menikah dengan sepupunya, Aisyah binti Musthafa Alaydrus.
Dari pernikahan itu beliau dikaruniai Allah tiga anak lelaki dan seorang anak perempuan.
Tak lama kemudian beliau hijrah bersama keluarganya ke Pekalongan, Jawa Tengah, mendampingi dakwah Habib Ahmad bin Tholib Al-Atthas. 


Beberapa waktu kemudian beliau hijrah lagi, kali ini ke Surabaya. itu Surabaya terkenal sebagai tempat berkumpulnya para ulama dan awliya, seperti Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdhor, Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi, Habib Abu Bakar bin Umar bin Yahya.
Selama bermukim di Surabaya, Habib Muhammad suka berziarah, antara lain ke makam para wali dan ulama di Kudus, Jawa Tengah, dan Tuban, Jawa Timur. Dalam ziarah itulah, beliau konon pernah bertemu secara ruhaniah dengan seorang wali kharismatik, (Alm) Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, Gresik.

Salah satu kisah karomahnya terjadi suatu malam, beberapa tahun lalu, ketika ribuan jamaah tengah mengikuti taklim di sebuah masjid di Surabaya, tiba-tiba listrik padam. Tentu saja kontan para jamaah risau, heboh. Mereka satu persatu keluar, apalagi malam itu bulan tengah purnama. Ketika itulah dari kejauhan tampak seseorang berjalan menuju masjid. Beliau mengenakan gamis dan sorban putih, berselempang kain rida warna hijau. Beliau adalah Habib Muhammad bin Husein bin Zainal Abidin bin Ahmad Alaydrus.

Begitu masuk ke dalam masjid, aneh bin ajaib, mendadak masjid terang benderang seolah ada lampu neon yang menyala. Padahal, Habib Muhammad tidak membawa obor atau lampu. Para jamaah terheran-heran. Apa yang terjadi, setelah diperhatikan, ternyata cahaya terang benderang itu keluar dari tubuh sang habib. Bukan main! Maka, sejak itu sang habib mendapat julukan Habib Neon.

Seperti halnya para wali yang lain, Habib Muhammad juga kuat dalam beribadah. Setiap waktu beliau selalu gunakan untuk berdzikir dan bersalawat. Dan yang paling mengagumkan, beliau tak pernah menolak untuk menghadiri undangan dari kaum fakir miskin. Segala hal yang dia bicarakan dan pikirkan selalu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kebenaran agama, dan tak pernah berbicara mengenai masalah yang tak berguna.

Beliau juga sangat memperhatikan persoalan yang dihadapi oleh orang lain. Itu sebabnya, setiap jam 10 pagi hingga waktu Dzuhur, beliau selalu menggelar open house untuk menemui dan menjamu para tamu dari segala penjuru, bahkan dari mancanegara. Beberapa tamunya mengaku, berbincang-bincang dengan beliau sangat menyenangkan dan nyaman karena wajahnya senantiasa ceria dan jernih.

Sedangkan waktu antara Maghrib sampai Isya beliau pergunakan untuk menelaah kitab-kitab mengenai amal ibadah dan akhlaq kaum salaf. Dan setiap Jumat beliau mengelar pembacaan Burdah bersama jamaahnya.

Beliau memang sering diminta nasihat oleh warga di sekitar rumahnya, terutama dalam masalah kehidupan sehari-hari, masalah rumahtangga, dan problem-problem masyarakat lainnya. Itu semua dia terima dengan senang hati dan tangan terbuka. Dan konon, beliau sudah tahu apa yang akan dikemukakan, sehingga si tamu manggut-manggut, antara heran dan puas. Apalagi jika kemudian mendapat jalan keluarnya. 

Salah satu tirakat yang dilakukannya ialah berpuasa selama tujuh tahun, dan hanya berbuka dan bersantap sahur dengan tujuh butir korma. Bahkan pernah selama setahun dia berpuasa, dan hanya berbuka dan sahur dengan gandum yang sangat sedikit. Untuk jatah buka puasa dan sahur selama setahun itu ia hanya menyediakan gandum sebanyak lima mud saja. Dan itulah pula yang dilakukan oleh Imam Gahazali. Satu mud ialah 675 gram. 

”Aku gemar menelaah kitab-kitab tasawuf. Ketika itu aku juga menguji nafsuku dengan meniru ibadah kaum salaf yang diceritakan dalam kitab-kitab salaf tersebut,” katanya.

Habib Neon wafat pada 30 Jumadil Awwal 1389 H / 22 Juni 1969 M dalam usia 71 tahun, dan jenazahnya dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Pegirikan, Surabaya, di samping makam paman dan mertuanya, Habib Mustafa Alaydrus, sesuai dengan wasiatnya. 

Setelah beliau wafat, aktivitas dakwahnya dilanjutkan oleh putranya yang ketiga, Habib Syaikh bin Muhammad Alaydrus dengan membuka Majelis Burdah di Ketapang Kecil, Surabaya. Haul Habib Neon diselenggarakan setiap hari Kamis pada akhir bulan Jumadil Awal.
smg Allah Swt mudahkan hajat hajat kita berkat orang orang soleh aamiin
Alfatihah
Share it:

biografi

Post A Comment:

0 comments: